Perayaan hari raya Iedul Fitri sesuai dengam essensi dan tuntunan yang Islami,ditinjau dari berbagai dimensi,sebagaimana yang terjadi selama ini di tanah air kita Indonesia.Adapun dapat kita uraikan melalui dimensi ritual,dimensi spiritual,dimensi sosial,dimensi cultural seremonial,dan dimensi finansial.
Ada dua ritual penting sehubungan dengan Iedul Fitri ini yaitu takbir dan sholat Ied. Kalimat takbir yang berkumandang sejak semalam hakekatnya merupakan ikrar kita banwa yang Maha Besar hanyalah Allah swt,sebagai penguasa alam jagad raya. Alangkah kecilnya makhluk yang lemah tiada berdaya. Walaupun mungkin kita "
Banyak harta punya banyak kuasa atau banyak ilmu " kita tidak akan merasa diri besar dalam Islam disebut "
takabbur " Menurut Imam Ghazali, takabbur yang paling buruk adalah takabbur kepada Allah. Kita tidak mau ruku',dan sujud yang diperintahkan oleh-Nya.kita cuek - bebek dengan larangan larangan- Nya. Kadang demi kekayaan dan kekuasaan duniawi kita bersedia melanggar hukum yang telah ditetapkan- Nya. Kita juga takabbur kepada Allah bila kita saling merendahkan antara sesama manusia padahal Allah telah mengangkatnya sebagai khalifah di muka bumi. Maka takabbur hanya bisa disembuhkan dengan menggemakan kembali takbir di lapangan,di rumah, di kantor dan yang paling penting adalah didalam diri kita sendiri.
Untuk itu marilah kita Tanya kepada diri kita masing masing apakah kita sudah melakukanya ?
Ritual khas Iedul Fitri - yang telah kita mengerti adalah sholat Ied yang telah kita laksakan kemarin hari. Yang Alhamdulillah kesadaran kita sudah sangat tinggi,boleh dikatakan tidak ada orang mengaku muslim tidak sholat Ied. Fenomenanya adalah betapa melimpah ruahnya tempat tempat sholat Ied yang ribuan jumlahnya di Ibukota ini dikunjungi oleh para jamaah. Pada hal sekitar 3,5 juta penduduknya mudik.dan itu jumlah tidak sedikit. Beberapa ribu tempat lagi dibutuhkan untuk sholt Ied,seandainya mereka tidak mudik. Sementara kita semua tahu hukum melaksanakan sholad Ied adalah sunnah.sebab yang wajib adalah sholat lima waktu dan sholat Jum'at bagi kaum laki laki. Marilah kita bertanya kepada lubuk hati kita yang paling dalam. "
Apakah sebagai Muslim kita telah mampu melaksanakan sholat wajib dengan penuh keceriaan seperti saat saat seperti ini ? Dan kalau sudah, apakah sholat yang kita laksanakan telah mampu mewarnai sikap dan perilaku kita sehari hari sesuai dengan sholat kita ?".
- Kedua yakni dimensi spiritual.
Dalam berbagai literatur Islam ,kita semua mengetahui bahwa pada hari raya Ied Fitri ini kondisi rohaniah kita dalam keadaan suci tanpa dosa?,kembali pada siklus fitrah.
Sebagaimana pada hari ketika kita dilahirkan oleh ibu kita? sehingga kita dengan bangga menghaturkan ucapan " Minal 'aidin Wal Faiidzin " yang maksudnya kita termasuk orang yang kembali suci dan orang orang yang mendapat kemenangan
Minal A'idin,
itu dicapai karena kita selama sebulan telah berpuasa,berssholat taraweh,bertadarus,berzakat fitrah dan ibadah ibadah lainya. Sementara Al Faiidzin menurut surah At Taubah ( 9:20 ).
Oleh sebab itu ,kita mencoba bertanya pada diri masing masing di dalam sanubari yang paling dalam,apakah kita sudah layak mengucapkan dan saling mengirim surat dengan kalimat "
Minal 'Aidin Wal Faiidzin ".
Ada dua dua dimensi sosial yang sangat mengkristal pada saat saat seperti ini.Yaitu kesalihan sosial dan komunikasi sosial,ini semua karena berkahnya ramadan dan Iedul fitri yang baru kita rayakan.Tentu amat banyak ayat ayat Al-Qur'an dan Hadist-Hadist sabda Nabi Muhammad SAW yang menyeru kepada umatnya agar supaya tidak hanya mementingkan kesalihan sosial.Sabdanya antara lain: " Bagi tiap sesuatu ada kuncinya,dan kunci syurga adalah orang orang miskin ". Masih diantara kita yang Tahhajudnya tidak pernah putus/ketinggalan,hajinya berkali kali,tidak ada majelis dzikir yang selalu diikutinya,tidak sedikit airmata dikucurkan.Tetapi ia masih acuh terhadap kaum dhu'afa fakir miskin,orang yang kelaparan,orang sakit dan orang orang yang tidak berdaya. Kita larut dan khusu' dalam ibadah akan tetapi mengabaikan orang orang yang membutuhkan uluran tangan kita.
Maka janganlah kita asyik dengan kenikmatan spiritual sendiri,sebagaimana Sabda Rasulullah sendiri dalam hadistnya yang begitu indah diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Hurairah ra:
Allah ta'ala akan berfirman pada hari kiamat : Hai anak Adam, Aku sakit tapi tidak engkau jenguk. Ujarnya : Yaa Tuhanku bagaimana aku akan menjengukMu padahal engkau Tuhan seru sekalian alam. FirmanNya : Tidak tahukah engkau bahwa hambaku si Fulan sedang sakit,tetapi tidak engkau jenguk ? Tidak tahukah engkau bahwa seandainya kamu menjenguknya akan engkau dapati Aku disisinya? Hai anak AdamAku meminta makanan kepadamu,tetapi tidak engkau kabulkan. Ujarnya : Yaa Tuhanku bagaimana aku akan memberiMu makan,padahal engkau Tuhan seru sekalian alam? FirmanNya : tidakah engkau ketahui bahwa si Fulan meminta kepadamu tetapi tidak engkau tanggapi ? Ketahuilah seandainya engkau memberinya makan,niscaya engkau akan mejumpai Aku disisinya. Hai anak Adam,aku meminta minum kepadamu,tetapi tidak engkau kabulkan. Ujarnya : Tuhanku bagaimana aku dapat memberiMu minum padahal Engkau Tuhan Rabbu 'Alamin ? Firmanya : HambaKu si Fulan meminta supaya diberi minum,tetapi tidak engkau acuhkan. Tidakah engkau ketahui bahwa seandainya engkau memberinya minum,akan engkau temui Aku disisinya.
Marilah kita ber-intropeksi sudahkah kita melakukanya tidak hanya di bulan Ramadan,tetapi di hari hari yang lain. Kita juga harus berkomunikasi sosial atau silahturahim dengan sungguh sungguh Ada Hadist Qudsi bunyinya seperti ini :
" Allah SWT berfirman : Akulah Allah ,Akulah Ar-Rahman,Aku ciptakan Ar_Rahim,dan dari kata itulah salah satu namaKu berasal. Maka barang siapa yang menghubungkan tali silaturahim Aku akan menghubunginya,dan barang siapa memutuskanya aku akan memutuskan hubunganKu denganya " ( HR.Abu Dawud ).
Sahabat Ubaidah bin Shamit berkata bahwa Rasulullah SAW,bersabda:
Allah SWT,berfirman :
"
Pasti kecintaan KU atas orang orang yang saling mencintai karenaKu,pasti kecintaanKu atas orang orang yang saling menasehati karenaKU.pasti kecintaanKu pada orang orang yang saling mengunjungi karenaKu.pasti kecintaanKu atas orang orang yang saling mencukupi karenaKU,Mereka berada diatas mimbar mimbar dari cahaya,tempat mereka sejajar dengan tempat para Nabi dan para shiddiqiin
"( Maa jaa-a Fii Ziyarotil Ikhwan I/2/78).
Dalam Hadist dari Muadz bin Jabal ra,beliau bersabda:
"Apabila dua orang Muslim bertemu kemudian salah seorang dari keduanya tersenyum kepada yang lain kemudian ia menjabat tanganya maka berjatuhanlah dosa-dosa keduanya sebagaimana dedaunan yang berjatuhan dari pohonnya " ( Ibnu Abi Dunya dalam Al- Ikhwan ).
Sudahkah diantara kita mengamalkan ajaran yang luhur tersebut.?
- Keempat,dimensi cultural seremonial.
Tradisi yang telah membudaya khususnya di Indonesia,bahwa Iedul Fitri dirayakan dengan seremonial special. Silaturahim dan halal bi halal dilakukan oleh setiap instansi,open house,dilakasanakan oleh para pejabat dan para tokoh masyarakat,yang tentu membawa manfaat yang tidak sedikit. Selain itu kebiasaan mudik adalah merupakan fenomena yang amat sungguh spectaculer,yang dilakukan puluhan juta warga. Sementara semua daerah hampir mempunyai cara dan budaya sendiri dalam merayakannya.Kesemuannya itu sah sah saja,atau bahkan bisa memperkaya khasanah kebudayaan Islam yang diwarnai oleh akulturasi dengan budaya setempat. Yang mesti diwaspadai ialah : " Jangan sampai upacara dan kebiasaan tersebut merusak kondisi rohaniah kita yang sudah FITRI ". Hal ini sangat penting karena Rasulullah SAW,pun mengingatkan kita dengan sabdanya:
Sesungguhnya iblis pada setiap hari raya menjerit,maka berkumpulah anak buah iblis dihadapanya,Mereka bertanya kepada iblis,Tuan kami siapakah yang telah membuat tuan murka sungguh akan aku hancurkan dia. Iblis menjawab : "Tak apa apa, hanya Allah telah memberi ampunan ummat ini. Maka kalian harus membuat mereka sibuk dengan kelezatan kelezatan,keinginan keinginan nafsu dan minum arak,sehingga Allah akan murka kepada mereka ". ( Wahab bin Mannabih ).
Mari ber- intropeksi diri " sudahkah kita mewaspadai pada hal hal tersebut...........?.
- Kelima,dimensi Ekonomi Finansial.
Satu fenomena lain yang tak kalah pentingnya pada bulan Ramadan dan Iedul fitri adalah dibidang ekonomi dan finansial. Betapa tidak sepanjang Ramadan permintaan barang dan jasa mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Teruama disekitar lebaran. Kebutuhan terhadap mata uangpun meningkat sangat tajam. Sehingga untuk keperluan lebaran masyarakat, Bank BNI saja menyiapkan tidak kurang dari Rp.65 triliun ( kompas ). "Bulan puasa dan lebaran ternyata sangat signifikan mendorong perekonomian Bila dibandingkan dengan negara negara barat,signifikasi bulan Ramadan dan lebaran pada perekonomian dapat disamakan dengan gabungan dua musim penting,yaitu liburan musim panas ( summer holidays ) dan liburan natal (christmas holidays ) ". ( Aditiawarman Karim,Republika 15 September 2008 ).
Berbicara mengenai hal tersebut diatas berarti kita bicara pola komsusi,bila bicara tentang pola komsusi,tentu tidak dapat terlepas dari tuntunan Allah dalam agamaNya yang suci.
Al-Qur'an dan Hadist telah dengan jelas memberi petunjuk kepada kita tentang komsusi agar manusia menjadi terarah dalam perilaku komsusinya,yang akan dapat menjamin kehidupan manusia yang adil dan sejahtera dunia dan akhirat.
Dalam surah Al - A'raf ( 7 : 31 ),Allah berfirman :
" Hai anak Adam,pakailah perhiasanmu yang indah setiap memasuki masjid,makanlah dan minumlah tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang berlebih lebihan ".
Secara eksplisit Allah memerintahkan kepeda hambanya agar dalam makan dan minum dilakukan secara wajar,tidak
isyraf ( tidak berlebih lebihan dan melampui batas ) Berlebih lebihan atau melampui batas dalam komsusi suatu kebutuhan sangat dicela oleh Islam.
Dalam riwayat Hadist lain :
" Makan dan minumlah kamu,
bersedekahlah dan berpakaianlah kamu tetapi jangan berlebihan,karena Allah anat suka melihat bekas ni'matnya pada hamba hambaNya," ( HR Ibnu Majjah dan An - Nasa'i ).
Dari Abu Hurairah,bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda :
" Seorang hamba akan berkata : hartaku,hartaku. Padahal yang menjadi miliknya hanya ada 3 hal saja. Apa yang dimakan kemudian habis,Apa yang dipakai kemudian hancur,dan apa yang disedekahkan kemudian kekal. Selain yang tiga perkara tersebut akan hilang dan ditinggalkan untuk manusia. " ( HR Muslim ).
Maka sedekah,Infaq,maupun Zakat merupakan bagian dari komsusi dalam Islam. Dengan demikian Rumus pendapatan ( Y ) dalam Islam berbeda dengan rumus ekonomi konvesional yang tidak memasukan ( S ) sedekah,sehingga Rumusnya adalah:
Rumus pendapatan
Ekonomi konvesional
Y = C + S
Rumus pendapatan
Ekonomi Islam
Y = ( C + Sedekah ) + S
Catatan:
Y = Pendapatan
C = Komsusi
S = Tabungan
Marilah kita bertanya pada diri kita sendiri,sudahkah kita mengikuti pola komsusi Islami tersebut ?.
Bila kita menjawab dari semua pertanyaan pertanyaan tersebut diatas " negatif ",maka janganlah pesimis atau berkecil hati,karena Allah dengan sifat Rahman dan RahimNya selalu menunggu kita untuk selalu mendekat dan bertaubat kepadaNya. Satu hal yang penting, kita sudah memegang kunci kebahagiaan baik di dunia dan akhirat,yaitu Islam sebagai Rahmatan Lil 'alamin,jangan sampai lepas dari genggaman.
Wallahu 'Alam
( KH. Drs. Syarifuddin Mahfudz,M.Si ).